Evi Yandri Rajo Budiman, tokoh sekaligus Ketua FKAN Kuranji Pauh IX yang juga Anggota DPRD Sumbar, menerima pengaduan orang tua calon murid baru di SMPN 10 Padang. Aduan tersebut karena sulitnya proses penerimaan saat ini. Sutan Malin Mudo


Padang, Kupas-news.com - Akibat persoalan yang berbelit dan menyusahkan  orang tua calon siswa baru baik SMP maupun SLTA sederajat terkait Proses Penerima Didik Baru (PPDB) tahun ajaran 2020-2021 membuat orang tua murid rotes yang anaknya gagal masuk sekolah negeri karena peraturan baru.
Ada kekecewaan, kekesalan bercampur kecemasan akan masa depan pendidikan anaknya. Sehingga, beberapa orang tua calon siswa baru mengadu dan melaporkan persoalan tersebut kepada Tokoh Kuranji, Evi Yandri Rajo Budiman yang anggota DPRD Sumbar.

Evi Yandri Rajo Budiman mengatakan, memang sistem penerimaan saat ini bermasalah, bahkan kami dari fraksi Gerindra DPRD Sumbar meminta pemprov menunda proses tersebut bahkan segera mengevaluasinya agar tidak terjadi lagi seperti ini dan tentunya sangat merugikan masyarakat banyak.

" Semua persoalan ini cepat selesai dan kita tidak menginginkan satu anak tidak sekolah, tentu sesuai dengan zonasi para wali murid berharap anak bisa sekolah di SMPN 10 Padang. Memang sebagian yang datang kesini para wali murid patut kita pertimbangkan secara ekonomi," Harap Evi Yandri RJB.

Tidak sedikit masyarakat kelas menengah ke bawah yang mengaku keberatan dengan sistem Pelaksanaan sistem zonasi setiap tahun dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) baik SMP maupun SMA tahun ajaran 2020/2021 khususnya di lingkungan Kota Padang juga Provinsi Sumatera Barat saat ini, tegas Putra Kuranji, Sabtu (11/7/2020).



Lebih jauh di katan Evi Yandri Rajo Budiman tokoh masyarakat Pauh IX Kuranji memang benar terjadi protes masyarakat di SMPN 10 Padang, saya tidak namakan demo. Masyarakat beramai datang ke sekolah untuk memperjuangkan hak anak mereka agar bisa bersekolah di Negeri, khususnya SMP 10 Padang ini sesuai dengan aturan dan ketentuan yang berlaku. Namun, dengan sistem saat ini semuanya jadi kacau dan bisa mengkerdilkan semangat anak dalam belajar.

Selain itu, kedepan ini perlu kita evaluasi peraturan sesuai dengan Permendikbud nomor 44 tahun 2019,  punya kelemahan dan Permendikbud diatur dengan zonasi serta permasalah usia. Hasil temuan zonasi di lapangan keberadaan sekolah tidak merata sesuai dengan domisili penduduk.

Diwilayah Koto Tingga ini banyak anak-anak yang domisili disini dan ini perlu solusi dari pemerintah daerah baik itu Kota Padang maupun Pemerintah Provinsi Sumatera Barat, ujarnya.

Rusli sebagai Pembina Ikatan Pemuda - pemudi Koto Tingga Sekitarnya (IPPKS) mengatakan, warga yang datang ke SMPN 10 Padang yang mayoritas merupakan Bapak dan Ibu-ibu.

Sebagai Ketua Pembina (IPPKS) wilayah SMPN 10 yang meliputi 5 Kampung: Bandar Puding, Simpang Koto Tingga, Koto Tingga Dalam, Kampung Periuk, Tarok.

Aksi protes warga sekitarnya dipicu lantaran mereka tak terima anaknya tidak lolos dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) sekolah menengah pertama (SMPN 10 Padang) negeri di wilayah itu.

Orangtua yang mayoritas para ibu tersebut juga mendesak Dewi Anggraini, M. PD sebagai Kepala Sekolah SMPN 10 Padang memberikan jawaban atas protes masyarakat di sekitarnya SMPN 10 Padang.

Weldawati (43th) para orangtua wali murid mencurahkan isi hatinya terkait persoalan PPDB sistem zonasi kepada Evi Yandri RJB sambil menangis, Weldawati menuturkan, anaknya depresi lantaran terdampak Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) sistem zonasi. Saya dibikin pusing, kadang (anak saya) tertawa sendiri, tidak mau makan, ujarnya. (hr1/dp)

 
Top