Limapuluh Kota, Kupaspost.com- Limapuluh Kota layak disebut negeri para pejuang. Negeri ini melahirkan Tan Malaka, penggagas Republik Indonesia. Negeri ini adalah tanah leluhur Proklamator Mohammad Hatta. Sejarah juga mencatat, putra-putri negeri ini sangat gigih mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Nyawa sekali pun mereka pertaruhkan untuk Bumi Pertiwi. Salah satu fragmennya terlihat pada Peristiwa "Koto Tuo Lautan Api".
Koto Tuo, sebuah Nagari di Kecamatan Harau, pada tanggal 10 Juni 1949, semenjak subuh langitnya memerah disertai suara-suara bedil yang menyalak akibat bentrokan antara pejuang kemerdekaan dengan tentera Belanda disertai pembakaran rumah warga. Delapan warga menjadi syuhada. Mereka menghembuskan nafas terakhirnya hari itu dan ratusan rumah dipanggang oleh serdadu penjajah.
Peristiwa "Koto Tuo Lautan Api", tak lepas dari epik Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI). Jatuhnya ibukota negara Yogyakarta pada Agresi Belanda II, disusul Maklumat Wakil Presiden Mohammad Hatta kepada Safaruddin Prawiranegara untuk menyusun PDRI di Sumatera. PDRI yang dilakukan secara gerilya dan berpindah-pindah tempat dengan lokus terbanyak di Kabupaten Limapuluh Kota berlangsung dari tanggal 22 Desember 1948 hingga 13 Juli 1949. PDRI segera memantik tindakan keras militer Belanda. Hal ini tak membuat nyali pejuang kemerdekaan ciut. Dimana-mana terjadi perlawanan terhadap sikap Belanda yang bermimpi untuk menjajah kembali Nuasantara.
"Terdapat tujuh peristiwa perlawanan terhadap rencana pendudukan Belanda di masa PDRI di Limapuluh Kota dan sebagai bentuk penghargaan kepada jasa-jasa pahlawan serta menularkan nilai-nilai kebangsaan, peristiwa-peristiwa akan terus diperingati setiap tahun, yang didukung pula kebijakan berupa Peraturan Bupati Nomor 41 Tahun 2018," kata Bupati Limapuluh Kota Safaruddin Datuk Bandaro Rajo. Bercermin dari tragedi berdarah tersebut Bupati Safaruddin mengajak generasi tua untuk membimbing generasi muda agar memaknai perjuangan para pahlawan. Terlebih mereka yang gugur mengorbankan jiwa dan raganya di Koto Tuo untuk bangsa dan negara. "Generasi muda agar mencontoh semangat perjuangan mereka dalam memelihara dan mempertahankan persatuan dan kesatuan bangsa," sambung Bupati Safaruddin.
Uraian Bupati Safaruddin itu terungkap saat memberikan sambutan pada Peringatan "Koto Tuo Lautan Api" ke-73 oleh anak nagari Koto Tuo pada Jumat (10/06/2022) di lapangan MDTA Istighfar, Jorong Koto Tuo, Nagari Koto Tuo, Harau. Kehadiran Bupati Limapuluh Kota dan sejumlah tokoh penting lainnya berawal dari undangan anak nagari Koto Tuo. Peringatan momen bersejarah ini berlangsung secara khidmat. Bupati Safaruddin tampak larut mengenang aksi heroik yang berlangsung di Koto Tuo 73 tahun lalu. Tak beda dengan undangan lain, seperti Anggota DPRD Provinsi Sumatera Barat Aida, Anggota DPRD Limapuluh Kota Marsanova Andesra, Kepala Badan Kesbangpol Joni Amir, Camat Harau Andri Yasmen, Wali Nagari dan Bamus Koto Tuo, Niniak Mamak, pemuka Koto Tuo lainnya, pun turut menghayati suasana.
Suasana itu tak lepas dari begitu mencekamnya apa yang dirasakan Koto Tuo saat itu. Dari catatan sejarah Peristiwa Koto Tuo Lautan Api, yang menelan korban jiwa sebanyak delapan pejuang gugur serta 102 rumah hangus dibakar tangan-tangan keji serdadu penjajah. Bagaimana tragedi itu berawal? Pangkal cerita bermula dari Pembentukan Pasukan Mobil Teras (PMT) di Kanagarian Lubuak Batingkok. Komandan salah satu unit peleton PMT Darisun, berasal Koto Nan Gadang, kemudian menyergap iring-iringan tentara Belanda. Iring-iringan ini bermaksud menyisir daerah Tanjung Pati dan Batu Balang. Baku tembak pun tak terelakkkan. Seorang perwira dan beberapa orang tentara Belanda diyakini terkena tembakan pejuang. Diperkirakan mereka tewas namun jumlahnya tak diketahui dengan pasti. Situasi ini jelas memancing amarah besar tentera Belanda. Mereka mengeluarkan ultimatum agar pejuang menyerahkan diri. Jika tuntutan ini tidak dipindahkan Tanjung Pati, Pulutan, Koto Tuo dan Batu Balang akan dibumihanguskan. Para pejuang tak bergeming dengan ancaman itu. Tak kunjung mendapat respon serta kemarahan yang telah mencapai ubun-ubun, Belanda benar-benar melaksanakan ultimatumnya.
Aksi keji Belanda dimulai semenjak Jum’at subuh, tanggal 10 Juni 1949. Belanda menyisiri ke arah Koto Tuo dan membakar seluruh bangunan yang mereka temui. Beruntung, sejak ultimatum dikeluarkan Belanda, masyarakat sudah banyak yang mengungsi sehingga korban jiwa tidak terlalu banyak, tercatat delapan orang warga Koto Tuo, Tanjung Pati dan Pulutan yang belum sempat mengungsi gugur dalam peristiwa itu. Peristiwa yang mengenaskan tersebut sampai saat ini hidup di relung-relung hati warga Koto Tuo. Harta dan nyawa telah diberikan untuk Bumi Pertiwi.
Walinagari Koto Tuo Syahrial berkata," Peristiwa "Koto Tuo Lautan api" yang dialami pendahulu kami merupakan bentuk pengabdian masyarakat Nagari Koto Tuo dalam mempertahankan NKRI. " Katanya, peristiwa itu juga bentuk kecintaan warga Koto Tuo kepada negara yang saat itu sedang memperoleh cobaan berat akibat Agresi II Belanda. Pengorbanan warga Koto Tuo juga bentuk dukungan Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) 1948-1949 di Sumatera Barat. "Semangat mempertahankan kemerdekaan RI agar menginspirasi generasi muda dalam mengamalkan pengabdian kepada negara seperti ditunjukkan para pejuang dulu." Beranjak dari keinginan untuk terus menghidupkan nilai-nilai pengorbanan untuk bangsa, warga Koto Tuo mendambakan Monumen "Koto Tuo Lautan Api" tegak berdiri di nagarinya." Monumen ini untuk mengenang semangat perjuangan delapan leluhur kami sekaligus pelecut semangat bela negara bagi generasi muda," ujar Syahrial menyampaikan aspirasi warga Koto Tuo.
Menanggapi aspirasi ide pendirian Monumen Koto Tuo Lautan Api, Bupati Safaruddin mengatakan siap mendukung ide monumen tersebut. Dia mengatakan monumen itu bakal berfungsi sebagai pengingat bagi generasi muda untuk tidak melupakan sejarah serta senantiasa menghargai jasa para pahlawan. Bupati Safaruddin menyarankan agar semua pihak untuk duduk bersama membahas rencana pembangunan monumen Koto Tuo Lautan Api. "Silahkan pihak Nagari untuk berembuk untuk mengusulkan pembangunan monumen perjuangan ini, apakah pendanaanya dari Provinsi atau Kabupaten" ucap Bupati Safaruddin. (JPP)